Saturday, December 1, 2007

If tomorrow never comes

Posted in Renungan & Hikmah by Wangsatirta on Sun, 2004-08-29 18:17

Ini bukan lagu yang dinyanyikan Gary Barlow, tapi isi dari sebuah film yang ditayangkan di Net5 pada malam senin, 29 Agustus 2004. Alur ceritanya biasa saja, kemampuan akting pemainnya juga,kalau tidak dibilang pas-pasan, cukup bagus. Namun ada suatu pesan moral yang sangat bagus rasanya untuk diperhatikan.
Phil adalah seorang reporter televisi yang cukup terkenal. Ia dikenal sebagai pekerja keras yang memiliki dedikasi tinggi pada pekerjaannya. Namun, seperti halnya para workholic, Phil sangat terlarut dalam bidangnya sehingga melupakan kehidupan sosial disekitarnya. Semua yang berkaitan dengan hidupnya dijalani secara profesional, dilihat dari untung rugi, usaha untuk memanipulasi orang lain dan lingkungan untuk kepentingan pribadi. Egosentris, ya, itu gambaran singkatnya.

Hidupnya berjalan sangat lancar hingga satu pagi, saat sedang melakukan liputan di sebuah desa terpencil, sesudah terjaga dari tidurnya, ia menemukan bahwa apa yang dia sedang jalani sama persis dengan apa yang terjadi kemarin, de ja vu fikirnya. Satu kali, dua kali, berikutnya, Phil mulai merasa bosan dan kesal dengan apa yang terjadi. Setiap jam alarm membangunkannya setiap jam enam pagi, sudah terbayang di depan mata, apa yang akan terjadi setiap detik berikutnya. Dalam suatu diskusi di kedai minum pada suatu malam, ia memutuskan untuk melakukan apa yang sesuka hati, seperti apa yang ia inginkan. Hasilnya? Bosan. Hingga tiba pada satu saat dimana Phil frustasi dan memilih jalan nekat: bunuh diri. Haislnya? sama saja, ia bangun dikeesokan-harinya dengan keadaan yang sama: frustasi. Akhirnya, Phil mencoba untuk bisa menghadapi kondisi ini, caranya? Mencoba membuat hari-harinya menyenangkan, bersikap baik dengan - dan membantu orang lain. Walhasil, semua orang menyukainya, Phil menjadi orang yang popular, rekan kerja wanitanya (yang selama ini ia sukai namun terlalu egois untuk mengakuinya) menjadi luluh hatinya dan ikut memperebutkannya. Pada saat itulah keajaiban terjadi, hari berlanjut kekeesokan-harinya.

Ceritanya biasa saja, toh? Namun sepanjang menonton film itu terus selalu terfikir: bagaimana kalau hari berlanjut pada saat Phil melakukan hal-hal yang konyol, memalukan, membuatnya dibenci oleh orang lain. Phew ...

Phil orang yang beruntung. Berulang kali ia dapat kesempatan untuk memperbaiki hidupnya, membuat harinya menjadi lebih berarti. Bagaimana dengan kehidupan kita, kehidupan nyata, yang tidak mengenal istilah "break" dan "repeat". Bagaimana kalau kita menyakiti orang lain, sesuatu yang buruk, bahkan sangat buruk. Bagaimana kalau besok tidak datang, bukan karena hari berulang, tapi ... Phil perlu ratusan kali untuk menyadari, bahwa membuat hari ini cukup berharga untuk dilanjutkan ke hari berikutnya. Bagaimana dengan kehidupan kita, yang bahkan tidak ada kali ke dua untuk menyadarinya. Ketika sadar, kesempatan itu telah berlalu. Jadi terfikir, mungkin ini maksudnya, kita harus selalu melakukan kebaikan. Hari tidak akan berulang, hanya melangkah maju.

If tomorrow never comes, jika esok tidak akan datang, pertanyaan yang akan hadir setiap hari, setiap kali kita akan melakukan suatu aktivitas, setiap kali sebelum tidur.

Jika hari ini dan hari-hari yang telah dilalui begitu indah teringat dan penuh dengan kebahagiaan, penuh dengan tindakan baik yang membuat hidup ini bermakna, tidak ada lagi.

If tomorrow never comes, I don't care
I did something good today
I am something today